Zona
Merah Pencemaran Udara
Euro 4 Standard Solution
- Clean Air
- Climate
- National Economic Growth
Pencemaran udara telah menjadi ancaman serius
bagi masyarakat terutama mereka yang tinggal di kawasan perkotaan dengan
kepadatan kendaraan bermotor yang tinggi.
WHO merelease laporan terbaru
bahwa bahwa pada 2012 diestimasikan seperdelapan kematian umat manusia di
seluruh dunia atau sekitar 7 juta jiwa per tahun meninggal akibat terpapar pencemaran
udara[1].
Dari jumlah itu, 60.000 jiwa terjadi
(meninggal) di Indonesia.
Di
Jakarta sendiri 57,8% warganya menderita sakit/penyakit akibat terpapar
pencemaran udara[2]
(periksa Box 1), sehingga harus membayar biaya berobat mencapai Rp 38,5
Triliun. Kini, pencemaran udara menjadi
resiko tunggal terbesar di dunia yang mengancam kesehatan lingkungan.
Selain
menyebabkan pencemaran udara, tingginya emisi dari berbagai aktivitas manusia
juga menyebabkan peningkatan Gas Rumah Kaca terutama CO2, CH4, N2O, O3 yang
berdampak pada perubahan temperature global dan mendorong terjadinya pemanasan
global (global warming). Hal ini memicu peningkatan intensitas bencana
baik bencana alam (banjir, badai, tanah longsor, peningkatan permukaan air laut
dll) maupun penyakit seperti meluasnya kawasan endemic malaria.
Namun
demikian, upaya menekan emisi relative banyak menghadapi kendala. Ketika kita ingin menurunkan emisi, namun
aktivitas manusia yang lebih banyak didukung penggunaan bahan bakar fosil
menyebakan kendala ini. Peningkatan kecenderungan masyarakat menggu-nakan
kendaraan bermotor sehingga meningkatkan
populasi kendaraan bermotor, peningkatan konsumsi juga
telah mendorong peningkatan produktivitas industri yang berdampak negatif pada
peningkatan emisi dan pengurasan energi.
Untuk
itu, kiranya perlu dirancang upaya mencegah percepatan pengurasan energi ini
sebagai langkah strategis dalam upaya menurunkan emisi, dengan adopsi teknologi
yang mampu menurunkan konsumsi BBM, termasuk teknologi kendaraan bermotor yang
menjadi penyumbang terbesar (sekitar 70-90%) pencemaran udara di
perkotaan. Teknologi kendaraan yang
mampu menurunkan konsumsi BBM maka secara otomatis akan menurunkan emisi, baik
emisi yang berdampak pada pencemaran udara perkotaan maupun global green house gas.
Sementara
itu, Low Sulphur Fuel yaitu penyediaan BBM rendah belerang menjadi prasyarat
penting bagi penerapan teknologi kendaraan rendah emisi. Langkah ini sebagai prasyarat mengadopsi
teknologi kendaraan Standard Euro 4.
Penerapan standar ini pada 2021, selain mampu menurunkan emisi juga akan
mendatangkan Net Economic Benefit hingga Rp 1.970 Triliun berupa health cost, production
saving dan fuel efficiency untuk periode 2016 -
2030. Sementara percepatan penerapan
standar Euro 4 mejadi 2016 akan menggandakan peningkatan Net Economic Benefit
menjadi Rp 3.973 Triliun (periode yang sama).
Selain itu, tidak dapat dimungkiri bahwa keterlambatan mengadopsi
teknologi kendaraan bermotor menurunkan daya saing industri otomotif nasional
di pasar regional Asia Tenggara, sebagaimana direbutnya posisi Indonesia
sebagai market leader sektor otomotif
ini oleh Thailand pada 2002 ketika Indonesia terlambat mengadopsi Standard Euro
2.
Dialog intensif telah dilakukan antar stakeholder yang terkait
(Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Perindustrian, Badan Kebijakan Fiskal, PERTAMINA, GAIKINDO) pada
kurun September – Desember 2013 dan disepakati untuk melakukan percepatan
penerapan standar kendaraan yang mengacu pada Standard Euro 4 mulai 2016. Sekalipun tertunda, kini regulasi itu telah
ditetapkan oleh Meneri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 10 Maret 2017
melalui PERMEN No P.20
/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Kendaraan Tipe
Baru dan yang Sedang Diproduksi.
Kini saatnya mengawal penerapan PERMEN
ini termasuk melibatkan Deputi Bidang
Pencegahan Korupsi KPK, agar berjalan dengan baik dan tidak tertunda, terutama penyediaan BBM dengan kadar
belerang max 50 ppm yang menjadi prasyaratnya. Mengingat
penyediaan BBM yang sarat kepentingan bisnis selama ini, maka peralihan
penyediaan BBM rendah belerang ini diprediksi akan berjalan alot dan berpotensi
menjadi ajang korupsi dan penyuapan sebagaimana adopsi Standard Euro 2 dahulu. Penerapan Standard Euro 2 tertunda dari jadwal
pada 2003 menjadi 2007 karena ketidak-tersediaannya
bensin tanpa timbel (unleade gasoline). Pada Maret 2010 terbongkar setelah UK-Serious
Fraud Office merelease kasus suap oleh Innospec Corp yaitu perusahaan pemasok
timbel (tetra ethyl lead) kepada para pejabat Pertamina dan Direktorat Jenderal
MIGAS pada kurun 2003 – 2006 sehingga penyediaan bensin tanpa timbel tertunda
dari jadwal, 1 Januari 2003. Kasus ini telah
diproses oleh KPK dan sebagian telah divonis pidana kurungan dan denda oleh pengadilan
TIPIKOR. Jakarta, 3 April 2017
Pengendalian Pencemaran Udara
Untuk pengendalina pencemaran
udara yang bersumber dari sektor transportasi, bisa dilakukan dengan berbagai
cara:
- Pengembangan bahan bakar ramah bersih dan lingkungan (Fuel Quality). Upaya ini ditempuh dengan memperbaiki spesifikasi dan memproduksi bahan bakar yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Misalnya penggunaan bensin tak bertimbel, BBG, BBM berkadar belerang rendah, dll.
- Pengembangan tekonologi rendah emisi (Vehicle Technology). Upaya ini ditempuh dengan memperbaiki teknologi kendaraan yang lebih rendah emisinya. Misalnya kalau 2007 yang lalu kita mengadopsi teknologi kendaraan berstandard Euro 2 maka kini perlu di-up grade menjadi standad Euro 4.
- Perbaikan management lalu lintas dan transportasi (Traffic and Transport Management). Pengelolaan lalu lintas dan transportasi yang efektif (lancer) juga akan menurunkan potensi pencemaran udara. Misalnya agar lalu lintas tidak macet, maka perlu dibuat scenario sehingga tidak semua orang menggunakan kendaraan pribadinya dalam melakukan perjalanan, melainkan bisa dengan opsi berjalan kaki untuk jarak pendek (1 – 3 Km), menggunakan sepeda (jarak 3 – 7 Km) dan menggunakan angkutan umum masal (jarak di atas 7 Km). Untuk menarik orang mau berjalan kaki, bersepeda dan atau menggunakan angkutan umum masal, maka fasilitas pejalan kaki diperbaiki dengan standard aman, nyaman dan terduh (dengan pepohonan peneduh), fasilitas pesepeda seperti jalur sepeda dan parkir sepeda harus disediakan, demikian juga fasilitas angkutan umum masal juga harus disediakan dengan aman, nyaman dan aksesible. Sementara itu, mendorong orang agar tidak menggunakan kendaraan pribadi untuk melakukan mobilitas di dalam kota yang relative padat kendaraan, maka perlu diberikan disincentive, seperti jalan berbayar (electronic road pricing), parkir yang lebih mahal untuk kawasan kota dengan kepadatan lalu lintas tinggi, selain penerapan pajak carbon atas BBM yang mereka gunakan.
- Penetapan standard emisi (Emission Standard). Upaya ini dilakukan dengan membuat standard emisi baik untuk emisi dari sumber pencemar seperti kendaraan bermotor, pabrik dll maupun standard emisi udara ambient (udara terbuka). Standard ini juga harus dikaji dan direvisi setiap 5 (lima) tahun sekali. Dalam penerapannya, maka pemerintah kota dan stakeholder terkait harus melakukan pemantauan pencemaran udara untuk tujuan early warning bagi masyarakat agar bisa terselematkan dari dampak pencemaran udara, selain dianalisa untuk tujuan perubahan kebijakan menuju peningkatan kualitas udara. Untuk itu, diperlukan stasiun pemantau kualitas udara yang tida sedikit untuk sebuah kota. Contohnya untuk DKI Jakarta idealnya memerlukan 26 stasiun pemantau kualitas udara yang bekerja secara real-time selama 24 jam dan 7 hari seminggu dalam merekam dan mendistribusikan data kepada masyarakat.
- Penegakkan hukum (Law Enforcement). Upaya ini dilakukan untuk mendorong masyarakat mematuhi dan menajalan regulasi yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas udara. Misalnya kewajiban uji emisi dan perawatan mesin kendaraan, penggunaan BBM ramah lingkungan, dll.
Multiplier Effect PERMEN Baku Mutu Emisi
Kendaraan Tipe Baru
Selain dalam rangka melindungi warga dari
pencemaran dengan memperketat Standard Emisi Kendaraan, dengan permen ini kita mempunyai
peluang nat'l economic benefit dalam membuka peluang pasar low
emission vehicle bagi industry otomotif dan industry BBM nasional.
Thailand sudah mengadopsi Standard Euro 4/IV pd 2012 dan kini kembali
ancang-ancang memperketat dengan mengadopsi Standard Euro 5/V-6/VI.
Dengan PERMEN ini akan memicu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesehatan
masyarakat melalui:
- Menurunkan pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor;
- Merebut kembali pangsa pasar low emission vehicle Indonesia yang selama ini dicomot oleh auto-industry Thailand. Usaha ini juga akan menumbuhkan industry pemasok suku cadang indusri otomotif dan industry BBM dalam negeri.
- Menghentikan persemaian empuk bagi mafioso MIGAS berdagang minyak kotor berkualitas rendah yang mengelabuhi PDB (product domestic bruto) Indonesia;
- Melakukan langkah nyata penurunan Gas Rumah Kaca (green house gas) sektor transportasi sebagaimana komitmen Presiden pada Paris Agreement (Desember 2015) dan sudah diratifikasi;
- Menurunkan beban Pemerintah dalam menyediakan pasokan BBM melalui program efisiensi BBM dengan pengetatan standard kendaraan bermotor.
Jakarta, 3 April 2017